Sabtu, 26 April 2014

Milad 50 Tahun IMM, Berkarya untuk Indonesia yang Berkemajuan



Jakarta –Usia Setengah Abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan sebuah refleksi apa yang telah dilakukan. IMM sudah banyak berkiprah, baik dalam lingkup lokal, nasional maupun Internasional, khususnya dalam pengembangan dunia intelektual. IMM pun selalu mengembangkan karya untuk bangsa. Hal itu disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Jihadul Mubarok dalam resepsi Milad IMM ke 50, beberapa waktu lalu, Jumat (14/3) di Aula Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta.
Jihad menambahkan, di usia setengah Abad ini, kepada seluruh kader untuk merefleksikan apa yang telah dilakukan untuk mengakselerasi gerakan kedepan, teruslah berkarya dan berfastabiqul khoirot demi Indonesia yang berkemajuan, dan selamat Milad buat kader Ikatan di seluruh Nusantara.
Kegiatan yang menjadi agenda Milad 50 tahun IMM, ada Perlombaan essay, Lomba fotographi gerakan Ikatan, Lomba Cipta Lagu IMM dan Training Sosiopreneur untuk para kader Ikatan. Resepsi milad IMM dihadiri unsure anggota PP Muhammadiyah, Kornas FOKAL IMM dan para Alumni yang telah berdiaspora di seluruh lini.
Dengan mengusung tema, Terus berkarya untuk Indonesia Berkemajuan, IMM mengusungnya karena di umur setengah abad ini, IMM tidak ingin berhenti untuk berfastabiqul khoirot dalam karyanya demi Indonesia berkemajuan. Di umur setengah abad ini menjadi awal bagi IMM untuk Go Internasional, ditandai dengan pada periode ini dalam sejarah, IMM melaksanakan pertemuan pemuda Internasional yang dihadiri oleh 15 negara. Hal ini diharapkan menjadi sebuah letupan awal bahwa IMM harus terus maju tidak terkungkung pada internal saja, harus mampu memberikan hal yang posiitif secara eksternal. (dzar)

Sebut Muhammadiyah Munafik, Ahok Dipolisikan


Selasa, 07 Januari 2014, 07:53 WIB
Antara/Muhammad Adimaja
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku bingung karena dilaporkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ke polisi atas tuduhan penghinaan. Sebab, Ahok mengaku tak pernah memiliki masalah dengan IMM.

"Aku enggak pernah menyinggung Muhammadiyah. Wawancara semua ada videonya. Aku juga bingung," kata pria kelahiran 1966 tersebut di Balai Kota Jakarta, Senin (7/1) malam.

IMM melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penghinaan. Namun, Ahok mengaku tidak memiliki rencana khusus untuk menghadapi laporan tersebut.

Saat mengusulkan akan membangun lokalisasi prostitusi di Jakarta, mantan bupati Belitung Timur itu dianggap menghina PP Muhammadiyah yang menolak rencananya.

Ahok memang pernah berujar ingin membuat lokalisasi di Jakarta. Tujuannya agar memudahkan Dinas Kesehatan melakukan penyuluhan, pencegahan dan penyembuhan HIV AIDS.

Ia berujar, sekarang prostitusi ada di mana-mana, mulai dari kelas bawah seperti di bongkaran Tanah Abang, hingga kelas hotel berbintang. Namun, masyarakat seolah menutup mata seakan-akan praktik prostitusi terselubung itu tak ada.

"Jangan munafik, emang nggak ada prostitusi di DKI? Itu aku nyindir aja," ucap Ahok tanpa menyebut organisasi masyarakat tertentu.
 http://www.republika.co.id/berita/nasiona /jabodetabek-nasional/14/01/07/mz0agm-sebut-muhammadiyah-munafik-ahok-dipolisikan

IMM Jadi Peserta G-20 Summit Model United Nations Di Belanda

Belanda -Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) kembali berpartisipasi dalam forum internasional.Beni Pramula (Ketua Bidang Organisasi DPP IMM ) tiba di Belanda memenuhi undangan dari Ledien University Campus the Hague untuk turut menyumbangkan ide dan gagasan pada kegiatan G-20 SUMMIT, Model United Nations (MUN) Kamis (17/4). Forum bergengsi yang di hadiri oleh perwakilan pemuda dari seluruh dunia ini akan melakukan kajian serius mengenai Pengangguran Pemuda.
Dalam presentasinya Beni menerangkan bahwa persoalan pengangguran pemuda ini merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia. Banyak lembaga internasional telah berusaha untuk mengatasi masalah ini, namun jumlah pengangguran tetap tetap tinggi, terutama di negara-negara dunia ketiga. Sejak 2009, tingkat pengangguran dunia meningkat dari 8,7% menjadi lebih dari 9,1%, menunjukkan pertumbuhan yang mengkhawatirkan pengangguran, didorong oleh krisis keuangan pada tahun 2008 dan 2011.
“Tujuan utama G20 adalah untuk memperkuat kebijakan ekonomi substantif untuk memfasilitasi kerja dan untuk meningkatkan peluang bagi komunitas global muda. Berfokus pada kebijakan yang berkelanjutan dapat mengurangi pengangguran di seluruh dunia, G-20 harus menggali jauh ke dalam kebijakan ekonomi dan sosial untuk membuat perubahan yang langgeng,”ujar mahasiswa Pascasarjana Universitas Mercu Buana.
Perlu diketahui MUN merupaka.n simulasi sidang PBB. Selain membahas isu-isu strategis internasional,  pemuda utusan dari setiap negara akan berperan sebagai delegasi dari negaranya  dan belajar banyak hal mengenai bagaimana cara berdiplomasi multilateral dalam PBB. Termasuk melakukan negosiasi untuk membuat perjanjian multilateral dengan membawa kepentingan dari masing-masing negara, membahas berbagai isu yang terjadi di dunia saat ini, kerja sama tim, dan menumbuhkan sikap toleransi atas perbedaan-perbedaan yang ada dalam tiap negara.
Kegiatan ini akan berlangsung sepuluh hari, empat hari diBelanda dan sisanya  peserta akan diajak oleh panitia untuk berkunjung ke beberapa negara di Eropa diantaranya Prancis dan Jerman untuk mengkaji isu-isu strategis kepemudaan dengan organisasi kepemudaan setempat.
“Dalam usianya yang telah menginjak setengah abad, gerakan IMM semakin mendunia, Kita berharap ide serta gagasan yang Beni bawa dapat bermanfaat di forum tersebut. Dan setelah pulang ke tanah air dapat diimplementasikan kepada pemuda Indonesia khususnya bagi kader IMM se-Nusantara,” tutur Ahmad Fauzi Syahputra , Ketua Bidang Hikmah DPP IMM. (mona)

http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-3599-detail-imm-jadi-peserta-g20-summit-model-united-nations-di-belanda.html

Jumat, 25 April 2014

IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH


www.imm.or.id


MELACAK JEJAK SEJARAH

KELAHIRAN IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah,   dan juga bisa  dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk  memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan.
 Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan respond atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keharusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lainialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102):
1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal,   serta adanya ancaman komunisme di Indonesia.
2. Terpecah-belahnya umat Islam datam bentuk  saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politikummat Islam yang semakin buruk.
3.Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis
4.Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme
5.Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama  dalam kampus, serta masih kuatnya suasana kehidupan kampus yang sekuler
6.Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan
7.Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid'ah, khurafat, bahkan kesyi rikan, serta semakin meningkatnya misionaris- Kristenisasi
8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk
Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina   mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah telah  dimulai sejak lama. Semangat tersebut sebenarnya  telah tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi  Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan  Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena keluarga besar  Muhammadiyah semakin banyak dengan putera-puterinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan menengahnya. Di samping itu,Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaba pendidikan tingkat menengah.
  Gagasan pembinaan kader di lingkungan  mahasiswa datam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adatah selaras dengan kehendak  pendiri Muhammadiyah, KHA. Dahlan, yang berpesan  babwa "dari kallan nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi kembalilah kepada   Muhammadiyah" (Suara Muhammadiyah, nomor 6  tahun ke-68, Maret || 1988, halaman 19). Dengan   demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah  memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah.
  Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan  Muhammadiyah cenderung terabaikan, tantaran  Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan   tinggi. Belum mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah  saat itu juga karena saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah betum terialu banyak. Dengan demikian, pembinaan kadermahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan metalui Nasyiatul Aisyiyah  (1931) untuk mahasiswa puteri.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada  tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hat, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan,sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bias diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah.
Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah  berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM betum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah.
Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat ditihat ketika Lafran Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokob Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi'atul Aisyiyah.
Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan  mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan metalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atulAisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganak- emaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi'atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI.
 Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma'ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepaskan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang "....menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah."
 Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) iselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman al-Kindi (UGM, Drs.).
   Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta.
   Tiga butan setelah penjajagan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mere,smikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada tanggal 29 Syawal 1384 H. atau 14 Maret 1964 M. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan 'Enam Penegasan IMM' oleh KHA. Badawi, yaitu:
1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan  mahasiswa Islam
2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah  adalah landasan perjuangan IMM
3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahesiswa dalam Muhammadiyah
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undartg, peraturan,  serta dasar dan falsafah negara
5. Menegaskan bahwa ilmu adalá amaliah dan  amal adalah ilmiah
6. Menegaskan bahwa amal WJA aMah lillahi  ta'ala dan senantiasa diabdWan untuk kepentingan rakyat.

  Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk  akademisi Islam datam rangka metaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102).
 Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adatah sebagai berikut:
1. Turut memelihara martabat dan membela  kejayaan bangsa
2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
3.Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah
4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna  amal usaha Muhammadiyah
5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan
 Dengan berdirinya IMM lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal.
 Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11-13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hamper seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMMYogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo.
Dalam Musyawarah Pendahuluan tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam 'Enam Penegasan IMM', Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan lain-lain.

PRINSIP DASAR ORGANISASI

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswa Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Tujuan IMM adatah mengusahakan terbentuknyaakademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Dalam mencapai tujuan tersebut, Ikatan  Mahasiswa Muhammadiyah melakukan beberapa  upaya strategis sebagai berikut :
1.   Membina para anggota menjadi kader persyarikatan Muhammadiyah, kader umat,
 dan kader bangsa, yang senantiasa setia  terhadap keyakinan dan cita-citanya.
2.Membina para anggotanya untuk selalu tertib  dalam ibadah, tekun dalam studi, dan  mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk  melaksanakan ketaqwaannya dan pengab diannya kepada allah SWT.
3.Membantu para anggota khusus dan mahasiswa pada umumnya dalam menyelesaikan kepentingannya.
4. Mempergiat, mengefektifkan dan menggembirakan dakwah Islam dan dakwah amar ma'ruf nahi munkar kepada masyarakat khususnya masyarakat mahasiswa.
5. Segala usaha yang tidak menyalahi azas, gerakan dan tujuan organisasi dengan mengindahkan segala hukum yang berlaku dalam Republik Indonesia.

JARINGAN STRUKTURAL IMM
Susunan organisasi IMM dibuat   secara  berjenjang dari tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan  Komisariat. Dewan Pimpinan Pusat adatah tingkat  pimpinan tertinggi di IMM yang menjangkau ruang lingkup nasional. Dewan Pimpinan Daerah adatah pimpinan organisasi yang menjangkau suatu kesatuan wilayah tertentu yang terdiri dari cabang-cabang IMM. Pimpinan Cabang adalah pimpinan organisasi yang menjangkau satu kesatuan komisariat IMM. Komisariat IMM adatah kesatuan anggota-anggota IMM dalam sebuah perguruan tinggi atau kelompok tertentu. Saat ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

PROGRAM KERJA
Secara umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan eksistensi organisasi demi  mencapai tujuannya, "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah" (AD IMM Pasal 6). Untuk menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut, maka perencanaan dan pelaksanaan  program kerja diorientasikan bagi terbentuknya  profil kader IMM yang memiliki kompetensi dasar  aqidah, kompetensi dasar intelektual, dan  kompetensi dasar humanitas. Sebagai organisasi yang      bergerak       di     bidang      keagamaan,  kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, maka  program kerja IMM pada dasarnya tidak bisa lepas  dari tiga bidang garapan tersebut. Perencanaan dan  pelaksanaan program kerja tersebut memiliki  stressing yang berbeda-beda (berurutan dan saling  menunjang) pada masing-masing level  kepemimpinan.
 *     Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan,keorganisasian,kemasyarakatan.
 *     Di tingkat Cabang: Perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian, kemasyarakatan.
 *     Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.
 *     Di tingkat Pusat: Kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.
 Berkaitan dengan program kerja jangka panjang, maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya perumusan visi dan peran sosial politik IMM memasuki abad XXI. Hal ini tidak lepas dari ikhtiar  untuk memantapkan eksistensi IMM demi tercapainya tujuan organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan program jangka panjang ini  merujuk pada dan melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan pada Muktamar Vll IMM di  Purwokerto (1992). Program dimaksud menetapkan  strategi pembinaan dan pengembangan organisasi  secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan  selama Lima periode Muktamar IMM.
 Periode Muktamar IX diarahkan pada  pemantapan konsolidasi internal (organisasi,  pimpinan, dan program) dengan meningkatkan  upaya pembangunan kualitas institusional dan  pemantapan mekanisme kaderisasi dalam  menghadapi perkembangan situasi sosial politik  nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar  X diarahkan pada penguatan orientasi kekaderan  dengan meningkatkan mutu sumber daya kader  sebagai penopang utama kekuatan organisasi  datam transformasi sosial masyarakat. Periode  Muktamar XI diarahkan pada penguatan peran  institusi organisasi baik secara internal (pelopor,  pelangsung, dan penyempurna gerakan pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah) maupun eksternal  (kader umat dan kader bangsa).
  Periode Muktamar XII diarahkan pada pemantapan peran IMM dalam wilayah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang lebih luas. Periode Muktamar XIll diarahkan pada pemberdayaan institusi organisasi serta pemantapan peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa.
Kemudian pelaksanaan program jangka panjang itu memiliki sasaran khusus pada masing-masing bidangnya. Bidang Organisasi diarahkan pada terciptanya struktur dan fungsi organisasi serta mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung gerak IMM dalam mencapai tujuannya. Program konsolidasi gerakan IMM juga diarahkan bagi terciptanya kekuatan gerak IMM baik ke datam maupun ke luar sebagai modal penggerak bagi pengembangan gerakan IMM.
Bidang Kaderisasi diarahkan pada penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah, intelektual, dan humanitas) yang secara dinamis mampu menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diarahkan pada pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma ilmu yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan IMMdalam menyikapi tantangan zaman.
       Bidang Hikmah diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam peran serta dan partisipasi sosial politik generasi muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi diarahkan pada penumbuhkembangan budaya dan wawasan wiraswasta di lingkungan IMM, terutama dalam membangun dan memberdayakan potensi ekonomi kerakyatan. Bidang Immawati diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader puteri IMM dalam transformasi social menuju masyarakat utama.

DISKUSI PANEL PELAJAR - MAHASISWA DALAM RANGKA PELANTIKAN PENGURUS IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA GARUT (IJTI GARUT) di Hotel Agusta Garut, 21 Mei 2013

Oleh : Agus Saefudin 

(PK Ekonomi Syariah IMM STAIDA Garut)



Ketua Umum IMM STAIDA Muhammadiyah Garut, beliau menyuruh untuk sebagian anggotanya untuk mengikuti acara Diskusi Panel Pelajar Dan Mahasiswa dalam rangka pelantikan pengurus IJTI  Garut. dengan di Hadiri oleh perwakilan Bupati, Mentri, Rektor Universitas Garut, Alumni IJTI dsb, juga di hadiri oleh peserta dari Pelajar mulai dari tingkat SMA, Mahasiswa dan Salah satunya Mahasiswa STAIDA Muhammadiyah Garut.
Seperti  biasa peserta hanya menyimak apa yang akan di sampaikan oleh para panitia penyelenggara. Adapun dalam acara ini ada seseorang pemateri dari KPID Jabar (Komisi penyiaran Indonesia) bapak Abdul Holiq M.A dengan temanya “Tayangan yang berkualitas adalah tayangan yang sehat” dan beliau memaparkan bahwa aktifritas masyarakat tidak akan terlepas dari media karna memang media sudah ada di sekitar kita, dari mulai radio televisi dan internet yang sekarang sudah membuming, namun yang patut kita sadari dalam setiap rumah tentu pasti selalu ada Televisi dan tentunya masyarakat tidak akan mendiamkan benda itu tentu akan di tontonnya.
Semuya masyarakat tentunya tentunya ingin selalu menonton Televisi dari mulai Anak – Anak, remaja, dewasa, orang tua yang sudah rentan dan bahkan kucing peliharaan pun akan ikut menonton Televisi dan inilah yang akan sangat berpengaruh sekali terhadap masyarakat. Bayangkan para pelajar waktu sekolah setahunnya 800 Jam, sehari 3 – 5 Jam sepekan 18 – 30 Jam 200 hari untuk belajar, dan untuk menonton TV setahun 1600 Jam sehari 4 – 5 jam sepekan 30 – 35 Jam. Kalo melihat dari prediksi ini  yang menonton TV lebih dominan ketimbang Belajar.
Ketika tadi berbicara mengenai sebuah dampak dan pengaruh dari media atau salah satunya Televisi berkenaan itu ada sebuah solusi bagai mana masyarakat perlu tahu literasi media yaitu untuk menjadi pemirsa yang cerdas dan keritis supaya pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seseorang agar dapat menggunakan media itu dengan benar dan optimal.
Pengetahuannya adalah  adanya adegan perkelahian di sinetron atau di reality show itu tidak sungguhan iklan bertujuan konsultif, lalu isi media cendrung di gambarkan berlebihan di bandingkan yang sesungguhnya dan juga harus mempuyai kemampuan (skill) lalu mengerti teknik Flashback, paham penggunaan ilustrasi music/sepesial efek dari Film dapat mengngambil suatu manfaat dari media untuk kebuthannya. Bahkan ketika melihat dan menonton Televisi tubuh kita harus dalam keadaan fit dan menekankan jumlah waktu yang kita habiskan dala mengkonsumsi media dengan pikiran kosong dan juga merencanakan atau memprogram secara sudah isi materi media yang kita biarkan menarik perhatian kita. Lalu mayarakat akan senantiasa mewaspadai dampak dari media dan akan dapat mengantisipasinya, pemirsa akan menanggapi pesan media secara kritis
Pemirsa atau penonton harus cerdas dan kritis supaya menjadikan tontonan dari media itu sebagai kegiatan pilihan dengan membatasi waktunya pilihan program acara yang sesuai dengan usia baik dan bermanfaat lalu kalo ada tontonan yang melanggar Norma – norma, keritisilah bila ada isi atau saran yang buruk, dan juga dapat mengadukanya ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

KADERISASI


 Photo DAD 5-7 Oktober 2012
 Photo DAD 30 Desember 2012
Definisi dan Posisi Kader:
  Kader adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih,  jantung suatu organisasi,  atau pasukan inti.  Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan, militan,  dan penuh semangat.
  Kader dapat juga didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih,  dan merupakan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang lebih besar dan terorganisir secara permanen.
  Oleh karena itu, fungsi dan posisi kader dalam suatu organisasi, termasuk  persyarikatan,  dengan demikian menjadi penting karena kader dapat dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi.
Istilah perkaderan
  Kemudian tentang perkaderan, pengucapan dan penulisannya sering tertukar dengan pengaderan atau pengkaderan. Pengaderan adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Namun perlu diingat, dalam “pengaderan” ini, posisi kader atau orang yang ikut dalam training menjadi objek dan pasif sebagai orang yang terdidik atau dibentuk menjadi kader.
   Perkaderan berasal dari kata dasar kader ditambah prefiks per- dan sufiks -an. Dalam “perkaderan”, posisi kader atau orang yang ikut training menjadi subjek dan aktif. Oleh karena itu, istilah yang tepat dalam hal ini adalah perkaderan.
Tujuan Perkaderan
  Terbentuknya kader Muhammadiyah yang memiliki ruh (spirit) serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di Persyarikatan, dalam kehidupan ummat dan dinmika bangsa secara konteks global.
Arah Perkaderan
  Perkaderan pada hakikatnya merupakan pembinaan personel anggota dan pimpinan secara terprogram dengan tujuan tertentu (perkaderan formal formal dan non formal).
  Perkaderan menitik beratkan pada:
            - Pembinaan KeIslaman
            - Pembinaan Jiwa Persyarikatan
            - Pembinaan Keilmuan dan Wawasan
            - Pembinaan Kepemimpinan dan Manajemen  (Keorganisasian)       
            - Pembinaan Penguasaan Skill (potensi kader)
Jenis dan Bentuk Perkaderan:
  1. Perkaderan Utama, yaitu kegiatan kaderisasi pokok yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan atau pelatihan untuk menyatukan visi dan pemahaman nilai ideologis.
  1. Darul Arqam Dasar (DAD)
  2.    Darul Arqam Madya (DAM)
  3.    Darul Arqam Paripurna (DAP)
2.      Perkaderan Fungsional, yaitu kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, yang mendukung perkaderan utama dan pengembangan sumber daya kader (kemampuan intelektual). Perkaderan Fungsional:
  1. Latihan Instruktur Dasar (LID)
  2. Latihan Instruktur Madya (LIM)
  3. Latihan Instruktur Paripurna (LIP)

Saat Sang Panglima Perang Babilonia Memasuki KELAS

Oleh : Den-Den Rastugi (PK PAI IMM STAIDA M Garut)

Apa yang ada dalam pikiran anda saat mendengar atau membaca kalimat sang panglima perang babilonia? Untuk kaum akademis saat mendengar dan membaca kalimat panglima perang babilonia secara implisit/tidak langsung pikiran kita akan menarik pandangan pandangan yang negatif demi mendeskripsikan bentuk fisik/protife dari kalimat tersebut, mungkin pikiran anda akan mengatakan bahwa panglima perang babilonia adalah seorang yang haus akan darah, kejam, sadis,tidak beradab dll, secara parsial pikiran anda dikatakan benar bila di sintesakan dengan fakta sejarah,  adalah Nebukadnezar dari babiloniaseorangyang kejam.
Dia menyembelih anak-anak Zedekiah, Raja al Quds di depan khlayak. Tidak cukup dengan itu, anak-anak Zedekiah itu kemudian dicungkil matanya dan diseret sebagai tawanan (Imam Mahdi, karya Prof. Ali al Kurani), tokoh ini memberikan daftar panjang terhadap stigma negatif dari sejarah babilonoia ini walaupun tidak menutup kemungkinan adanya aspek positif dalam kehidupan babilonia itu sendiri, saya rasa secara tentatif/sementara pikiran anda telahmemproduksi  prototipe/model  riel mengenai panglima perang babilonia tersebut, namun disini saya tidak akan membahas secara holistik mengenai Panglima perang Babilonia ini, tetapi apabila kalimat panglima perang babilonia ini di benturkan dengan kata kelas pikiran kita akan menghubungkan  prototipe/model rier tadi dengan gambaran kelas, sebagai sarana belajar peserta didk/mahasiswa, mari kita kontemplasikan/bayangkan kausalitas/sebab dan akibat yang terjadi pada peserta didik/mahasiswa tatkala seorang panglima perang babilonia memasuki kelas dan memimpin  peroses belajar mengajar/PBM.  John Goodlad seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat dengan penilitian yang berjudul “Behind Classroom Doors” yang menjelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu kelas maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. 
Hal tersebut sangat masuk akal karena ketika proses pembelajaran, guru bisa melakukanapa saja dikelas, ia akan tampil sebagai sosok fasilitator,inspirator,motivator ataupun seorang diktator.dan seorang panglima perang babilonia tentu saja akan tampil sebagai sosok diktator yang tidak disegani tetapi ditakuti oleh para peserta didiknya, kelas yang dipimpin oleh panglima perang babilonia dengan metode dan model pembelajaran konservatif/treadisional (otoriter/diktator) ini biasanya mengakibatkan  iklim dari proses pembelajaran yang begitu sarat dengan ketegangan dan kekakuan , alhasil/implikasinya dalam proses pembelajaran  peserta didik tidak akan berkembang secara kognitif daya ingat yang fluktuatif (sekarang ingat besok lupa) pola pikir yang tidak kritis, kemudian secara afektif peserta didik tidak akan mempunyai kepercayaan diri,motivasi dan keberanian untuk berinteraktif dalam proses pembelajaran,prilaku kreativitas siswa yang berhubungan dengan pembelajaran sebagai entitas/perwujudan dari sikomotorikpun tidak akan berkembang/dinamis, itu semuadikrnakan pada proses transfer of konowledge (ceramah/teacher center)metode yang biasa dilakukan oleh para diktator kelas ini tidak dapat dicerna secara masak oleh peserta didik disebabkan yang ada dalam pikiran mereka hanyalah ketakutan berbuat salah, seperti kesalahan menjawab (sebagai evaluasi pembelajaran) akan menyebabkan mereka mendapatkan punishment fisik atau punishment verbal yang syarat akan bahasa-bahasa intimidasi, dan ini akan berimplikasi pada keregresifan/kemunduran sikologis/mental/kompetensi anak menghadapi pembelajaran atau lebih jauhnya dalam  menghadapi kehidupan yang riel di masyarakat. padahal dalam pasal 19 ayat  (1) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Setandar Nasional, pembelajaran harus disajikan secara menarik , wujud dari pemblajaran tersebut harus interaktif, inspiratif menyenangkan, menantang memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memmberikan ruang yang cukup bagi prakarsa , kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 
Para pakar pendidikan modern seperti Prof. Suyanto, Ph.D. Drs. Asep Djihad, M.Pd. saat ini setuju akan proses pembelajaran seperti CBSA/studentt centerd (new Learning) dll, yang menuntut adanya proses egalaiter/konselor antara guru dan peseta didik dalam proses pembelajaran sehingga memberikan iklim pembelajaran yang menarik, jadi kepada para diktator kelas/panglima perang babilonia segara bertobatlah .

Referensi : 
Suyanto. Dan djihad, A. 2012. Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta Multi Pressindo